SURAKARTA – Sejumlah Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam mengunjungi Kantor Wakil Rakyat di Karangasem untuk melakukan audiensi (04/11/2024). Mereka mengharapkan para wakil rakyat memberikan perhatian khusus pada peredaran minuman keras (miras) di Kota Bengawan yang dianggap telah menimbulkan keresahan.
Pada pertemuan tersebut, mereka diterima oleh beberapa Anggota DPRD Kota Surakarta seperti Muhamad Nafi’ Asrori, Salim, Tri Mardiyanto, dan Wahyu Haryanto, serta dua pimpinan DPRD, yaitu Daryono dan Muhammad Bilal.
Perwakilan Ormas ini menyampaikan aspirasi mereka, salah satunya dari Ketua Pagar Nusa Kota Surakarta, Moch. Burhan Hilal, yang mendukung sikap tegas dari MUI Kota Surakarta. “Kami dari Forum Silaturahmi Ulama dan Ormas Islam Surakarta perlu mengutarakan sikap kami,” ujarnya.
Burhan menyebutkan bahwa peredaran miras di Surakarta menjadi keresahan banyak pihak, berpotensi mengganggu keamanan, ketertiban, dan stabilitas kota, terutama di masa Pilkada ini. Ia mendorong DPRD Kota Surakarta untuk mengadakan rapat dengar pendapat dengan Walikota dan apparat guna mencari solusi atas permasalahan peredaran dan penjualan miras di Kota yang dijuluki “Spirit of Java” ini.
“Kami meminta DPRD mendesak Pemerintah Kota Surakarta serta pihak keamanan untuk menutup kafe atau gerai yang menjual miras tanpa izin, serta menolak izin penjualan miras sampai ada Perda baru terkait pelarangan miras,” ungkap Burhan secara lantang.
Ia juga mendesak agar Pemkot mencabut izin usaha kafe atau outlet yang menjual miras di ruang publik, dekat tempat ibadah, sarana pendidikan, atau permukiman yang menimbulkan keresahan.
Ketua FKAM Kota Surakarta, Sri Kalono, menambahkan bahwa banyak insiden terjadi akibat konsumsi miras. “Contohnya di Yogyakarta ada kasus penusukan, sedangkan di Solo ada kecelakaan di overpass Manahan akibat mabuk. Kasus-kasus ini menunjukkan miras memicu bahaya bagi orang lain,” jelasnya.
Kalono juga mengingatkan tentang miras palsu yang membahayakan kesehatan. “Miras palsu tidak terdaftar dan tidak jelas kandungannya, sehingga berpotensi merugikan kesehatan masyarakat,” tambahnya.
Menanggapi masukan tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kota Surakarta, Daryono, menyatakan bahwa pihak DPRD akan membahas hal ini bersama anggota lainnya, terutama mengenai pembaruan Perda terkait miras yang dianggap sudah usang. “Perda yang berlaku sekarang masih keluaran tahun 1972, sudah tidak relevan dengan kondisi sosial saat ini,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa karena alat kelengkapan dewan (Alkap) belum lengkap, pembahasan Perda miras baru akan dimulai setelahnya. Daryono menambahkan, pihaknya akan meminta Pemkot dan Polres untuk lebih menegakkan aturan dan mengawasi peredaran miras secara ketat.
Daryono juga menyoroti masalah penafsiran izin oleh pengusaha yang seharusnya dine-in tetapi sering diizinkan untuk take-away, sehingga perlu pengawasan lebih ketat. Mengenai kasus perusakan kafe yang menjual miras di kawasan Gatsu, Ia menegaskan bahwa meskipun izin lengkap, jika mendapat penolakan dari masyarakat, harus ada evaluasi kebijakan.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kota Surakarta, Muhammad Bilal, menyatakan dukungannya terhadap tuntutan para ormas untuk menginisiasi Perda baru tentang peredaran miras. “Kami berkomitmen untuk mencegah penjualan miras tanpa izin,” ujarnya.
Bilal menambahkan bahwa regulasi penjualan miras selama ini sering dilanggar, misalnya dengan beroperasi melewati jam izin atau melalui layanan antar. “Masalah pengawasan perlu diperketat agar penjualan miras tidak merugikan masyarakat,” katanya.
Disinggung mengenai insiden perusakan kafe, Bilal mengatakan belum mengetahui kronologis lengkapnya, namun Ia menilai bahwa aksi ini terjadi karena aspirasi masyarakat yang tidak terwadahi. “Ini menunjukkan perlunya regulasi yang jelas dan tindakan penertiban oleh aparat terkait,” pungkasnya.
Acara ditutup dengan penyerahan tuntutan kepada Pimpinan DPRD, kemudian seluruh orang yang hadir berfoto bersama dan meneriakkan slogan “Solo Tentrem Tanpo Mendhem” dan “Solo Waras Tanpa Miras” sebagai bentuk dukungan untuk menjaga ketertiban dan ketenangan kota.
Arifin Rochman