SURAKARTA – Ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai wilayah di Soloraya menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Surakarta pada Selasa (20/5). Aksi yang dikoordinasi oleh GARDA (Gabungan Aksi Roda Dua) ini merupakan bagian dari gerakan nasional para driver ojol yang serentak dilakukan di berbagai daerah Indonesia. Para pengemudi menuntut kejelasan status hukum, perlindungan sosial, dan kesejahteraan yang selama ini dinilai diabaikan oleh pemerintah dan perusahaan aplikator.

Pantauan di lapangan menunjukkan, para peserta aksi mulai berkumpul di kawasan Plaza Manahan sejak pukul 09.00 WIB. Sekitar satu jam kemudian, iring-iringan ojol bergerak menuju depan Kantor DPRD Kota Surakarta sambil membawa poster dan spanduk berisi tuntutan.

Koordinator Aksi GARDA Soloraya, Joko Saryanto, menyampaikan bahwa aksi ini merupakan hasil konsolidasi panjang komunitas ojol dari berbagai kota sejak Desember 2024. “Sudah 15 tahun ojek online hadir, tapi sampai sekarang belum ada regulasi yang benar-benar melindungi kami sebagai pengemudi roda dua,” ungkapnya.

Joko menyoroti bahwa status para pengemudi masih digantung di antara mitra dan karyawan. “Status mitra ini ditentukan sepihak oleh aplikator agar mereka tidak punya kewajiban memberikan hak dasar kepada kami, seperti jaminan sosial, asuransi, atau upah minimum,” jelasnya.

Ia juga mengkritik sikap pemerintah yang dinilai abai terhadap dinamika industri transportasi digital. “Kami ini bekerja penuh waktu, hidup dari sistem aplikator, tapi tidak diakui sebagai pekerja dalam hukum. Ini bentuk pembiaran yang tak bisa dibiarkan terus-menerus,” tegasnya.

Aksi ini diikuti oleh perwakilan driver dari tujuh kabupaten/kota di wilayah Solo Raya. Selain aksi turun ke jalan, para pengemudi juga melakukan off bit, yaitu menonaktifkan aplikasi secara serentak selama beberapa jam sebagai bentuk protes terhadap sistem yang dianggap eksploitatif.

“Gerakan off bit ini bukan instruksi formal, tapi muncul secara organik dari basecamp dan komunitas ojol. Ada yang off 3 jam, ada yang seharian,” beber Joko.

Dalam aksi ini, GARDA menyampaikan lima tuntutan utama, yang mencakup penetapan regulasi resmi bagi pengemudi ojek online roda dua, pengakuan terhadap hak-hak dasar dalam hubungan kemitraan, penetapan tarif dasar yang layak dan tidak merugikan driver, pengawasan ketat terhadap kebijakan aplikator, serta penyediaan jaminan sosial dan perlindungan hukum bagi para pengemudi.

Seluruh tuntutan telah dirangkum dalam sebuah buku kajian ilmiah yang disusun bersama akademisi. Buku tersebut diserahkan kepada DPRD Surakarta untuk diteruskan ke DPR RI. Sementara pada saat aksi di Balai Kota, dokumen serupa dititipkan kepada Wali Kota untuk disampaikan ke Gubernur Jawa Tengah.

“Kami ingin pemerintah melihat kami sebagai manusia, bukan sekadar angka di dashboard aplikasi. Kami bekerja keras, punya keluarga, dan butuh kejelasan hukum,” pungkas Joko.

Menanggapi aksi tersebut, Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo, langsung menerima perwakilan pengunjuk rasa dan menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan.

“Teman-teman ojol dari tujuh operator menyampaikan keluhan yang sebagian besar berkaitan dengan kebijakan pusat. DPRD akan berkoordinasi dengan komisi terkait dan jika diperlukan, kami siap menyampaikan langsung ke kementerian,” ujar Budi.

Ia menegaskan bahwa lembaga legislatif daerah siap menjadi jembatan untuk memperjuangkan hak-hak driver ojol. “Kami tidak akan diam. Aspirasi ini akan kami kawal sampai ke tingkat pusat,” tutupnya.

Arifin Rochman