SURAKARTA – Kinerja pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo kembali menjadi sorotan tajam dari DPRD Kota Surakarta. Pasalnya, setelah lebih dari satu tahun sejak diresmikan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo belum mampu memenuhi target kapasitas pengolahan yang diharapkan. Hingga kini, sampah yang berhasil diolah baru menyentuh angka sekitar 80 ton per hari jauh dari potensi harian yang mencapai 380 hingga 400 ton.
Kondisi tersebut terungkap dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan pimpinan DPRD Kota Surakarta ke lokasi PLTSa di Mojosongo, Rabu (18/6). Sidak dipimpin oleh Ketua DPRD Budi Prasetyo, bersama Wakil Ketua Daryono, Muhammad Bilal, dan Ardianto Kuswinarno.
Dalam keterangannya, Budi menyampaikan pendapatnya terhadap capaian operasional PLTSa yang dinilai jauh dari harapan. Menurutnya, pembangunan dan pengoperasian PLTSa sejak awal digadang-gadang sebagai proyek strategis yang mampu mengubah wajah pengelolaan sampah di Kota Surakarta secara signifikan.
“Kami melihat langsung kondisi di lapangan dan ternyata belum sesuai harapan. Dari rencana awal, kapasitas mesin seharusnya bisa mencapai 400 ton per hari. Tapi kenyataannya baru 80 ton yang berhasil diolah. Ini sangat jauh dari target,” tegas Budi.
Ia menambahkan, dari penjelasan pengelola, saat ini baru dua unit mesin RDF (Refuse Derived Fuel) yang berfungsi. Targetnya, enam unit mesin akan dioperasikan bertahap hingga Agustus 2025. Jika itu terealisasi, kapasitas pengolahan bisa mencapai 250 hingga 400 ton per hari.
“Harapannya sampai bulan Agustus, secara bertahap sampah yang bisa diolah oleh PLTSa di Putri Cempo bisa mendekati kapasitas 400 ton sehari. Dan ini tentunya menjadi dorongan bagi kita semua, baik itu Pemerintah Kota maupun DPRD Kota Surakarta, untuk juga mensupport teman-teman DLH dan juga dalam hal ini PLTSa, agar bisa memaksimalkan kerjanya,” terang Budi.
Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa meskipun ada kemajuan dibanding masa sebelum PLTSa beroperasi, pengolahan masih harus terus ditingkatkan agar tumpukan sampah yang sempat menimbun area TPA dapat tertangani secara lebih maksimal.
“Gunungan sampah yang kemarin saat kita sidak sudah lumayan berkurang dibanding dulu saat belum ada pengolahan. Harapannya ke depan bisa semakin maksimal lagi, dan tentunya pengolahan ini bisa benar-benar memberi manfaat, terutama dalam target menghasilkan listrik sebesar 5 Megawatt dari sampah. Kita berdoa agar ke depan semuanya bisa terlaksana dengan baik,” ujarnya optimis.
DPRD Soroti Minimnya Progres
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD, Daryono mengungkapkan kekhawatirannya karena belum ada progres signifikan sejak PLTSa mulai dioperasikan secara resmi pada Oktober 2023 lalu. Menurutnya, dengan kapasitas produksi RDF yang rendah, target pengolahan dan produksi listrik masih sangat jauh dari kata optimal.
“Dengan adanya PLTSa, seharusnya volume sampah di Putri Cempo semakin berkurang. Tapi kenyataannya kita tidak melihat itu terjadi secara signifikan. Kami ingin tahu kenapa progresnya masih lambat,” ujar Daryono.
Ia menambahkan bahwa dari penjelasan pihak pengelola, salah satu kendala utama adalah kerusakan pada sejumlah unit produksi RDF. Akibatnya, kapasitas pengolahan masih stagnan di angka 80 ton per hari.
“Alasannya lini produksi RDF baru bisa mengolah 80 ton, itu pun sebagian alatnya rusak. Jadi bisa jadi kenyataannya justru belum sampai 80 ton,” ungkapnya.
Daryono menekankan bahwa DPRD mendesak pengelola untuk menambah dan memperbaiki lini produksi, serta memenuhi target yang sudah dijanjikan. “Mereka menjanjikan Agustus nanti sudah bisa mengolah 250 ton per hari. Kita akan tunggu, apakah itu benar-benar akan terealisasi atau tidak,” katanya.
Lebih lanjut, Daryono menggarisbawahi bahwa proyek PLTSa Putri Cempo merupakan program jangka panjang yang menyangkut kerja sama selama 20 tahun antara Pemkot Surakarta dan PT Citra Metro Plasma Power. Karena itu, Ia meminta agar semua pihak serius mengevaluasi perjanjian kerja sama jika dalam beberapa bulan ke depan tidak ada kemajuan berarti.
“Perlu kita cermati kembali perjanjian kerja sama ini. Kalau dari awal saja sudah bermasalah dan tidak sesuai rencana, maka tentu harus ada langkah evaluasi. Ini menyangkut masa depan pengelolaan sampah di kota ini,” ujar politisi PKS itu.
Daryono juga menekankan bahwa PLTSa seharusnya bisa menjadi solusi bukan hanya untuk Kota Surakarta, tetapi juga wilayah Solo Raya sebagaimana harapan Pemerintah Pusat. Namun, jika pengelolaan di tingkat kota saja belum maksimal, maka hal tersebut dinilainya sangat tidak realistis.
“Kalau pengolahan untuk sampah Solo saja belum bisa diatasi, bagaimana mungkin kita bicara mengelola sampah dari Solo Raya? Kalau ini dibiarkan, bukan tidak mungkin Solo akan menghadapi krisis lingkungan. Putri Cempo sudah overload, dan kalau tidak ada pengolahan yang efektif, kita bisa darurat sampah,” tandasnya.
Arifin Rochman