SURAKARTA – Komisi IV DPRD Kota Surakarta menerima audiensi perwakilan wali murid dari Yayasan Al Abidin. Pertemuan ini menjadi momen penting bagi wali murid untuk menyampaikan keluhan dan aspirasi terkait sejumlah persoalan yang selama ini menjadi perhatian, khususnya tentang transparansi dana pendidikan dan kebijakan internal yayasan.

Audiensi berlangsung di Ruang Graha Paripurna DPRD Kota Surakarta, Selasa Siang (24/12) dan dihadiri oleh Komisi IV, Perwakilan Dinas Pendidikan Kota Surakarta, serta sejumlah wali murid. Beberapa permasalahan yang disampaikan meliputi rincian biaya pendidikan, penggunaan dana infak, pengelolaan dana BOS, dan perlakuan terhadap siswa yang belum melunasi kewajiban keuangan.

Loly Marlina Bafaqih, salah satu perwakilan wali murid, menyampaikan bahwa kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah telah menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan wali murid. Ia mencontohkan, dana infak yang dikumpulkan setiap Jumat belum dilaporkan secara jelas penggunaannya. Selain itu, beberapa wali murid juga mengeluhkan biaya tambahan yang muncul secara tiba-tiba tanpa rincian yang jelas.

“Kami tidak keberatan membayar asalkan ada transparansi. Tetapi, jika dana yang kami bayarkan tidak dijelaskan alokasinya, kami menjadi ragu. Kami hanya ingin kejelasan,” ujar Marlina.

Sementara itu, Martha Dewi Respati Wulan, wali murid lainnya, menyoroti perlakuan terhadap siswa yang belum melunasi kewajiban keuangan. Beberapa siswa tidak diizinkan mengikuti tes atau harus dipindahkan ke ruang lain, seperti perpustakaan, hingga kewajiban orang tuanya dilunasi. Ia menilai perlakuan semacam ini berdampak buruk pada mental siswa.

“Seharusnya masalah keuangan diselesaikan dengan orang tua, bukan dengan menyandera hak anak untuk belajar. Anak-anak merasa terasingkan dan kehilangan kepercayaan diri,” katanya.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Surakarta, Abdul Haris Alamsah yang juga hadir dalam audiensi, mengungkapkan bahwa sekolah di bawah Yayasan Al Abidin menerima dana BOS sebesar Rp900 ribu per siswa per tahun untuk tingkat SD dan Rp1,1 juta untuk tingkat SMP. Dana ini, menurutnya, seharusnya digunakan untuk operasional sekolah, termasuk menggaji guru dan staf, serta meningkatkan fasilitas pendidikan.

“Dana BOS wajib dilaporkan secara transparan dan ditempel di sekolah agar diketahui oleh seluruh pihak terkait. Kami akan memastikan bahwa hal ini dipatuhi oleh seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta,” ujar Sekretaris Dinas Pendidikan.

Namun, beberapa wali murid menyebutkan bahwa transparansi terkait penggunaan dana BOS di sekolah masih minim. Bahkan, mereka mendapatkan informasi bahwa dana BOS digunakan untuk menutupi operasional sekolah yang dianggap defisit.

Selain isu transparansi, wali murid juga mengeluhkan kualitas kegiatan ekstrakurikuler dan transportasi untuk kegiatan sekolah. Salah satu wali murid, Retno Dwi Rahayu, menyampaikan bahwa anak-anak mereka harus menggunakan truk bak terbuka untuk kegiatan kemah. Hal ini dianggap tidak layak dan membahayakan keselamatan siswa.

“Anak-anak kami dijejalkan ke dalam truk dengan jumlah lebih dari 100 siswa per truk. Banyak yang merasa tidak nyaman, bahkan ada yang muntah karena kepanasan dan sesak. Kejadian ini sangat memprihatinkan,” ungkap Retno.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Surakarta, Sugeng Riyanto menyampaikan apresiasi atas keberanian wali murid dalam menyampaikan aspirasi mereka. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti keluhan ini dengan memanggil pihak yayasan untuk memberikan klarifikasi. Selain itu, DPRD juga akan memfasilitasi pertemuan lanjutan yang melibatkan empat pihak utama, yaitu wali murid, yayasan, Dinas Pendidikan, dan DPRD sendiri.

“Kami akan mengundang yayasan untuk menjelaskan pandangan mereka terlebih dahulu. Setelah itu, kami akan mengadakan pertemuan bersama yang melibatkan semua pihak terkait. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi terbaik demi kepentingan pendidikan anak-anak,” ujar Ketua Komisi IV.

Komisi IV juga menyoroti pentingnya pembenahan dalam sistem pengelolaan yayasan, termasuk transparansi penggunaan dana dan komunikasi yang lebih baik dengan wali murid. Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya masalah serupa di masa mendatang.

Audiensi ini menjadi langkah awal dalam memperbaiki hubungan antara wali murid dan pihak yayasan. Wali murid berharap agar yayasan lebih terbuka dan responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka, sehingga kualitas pendidikan dapat terus ditingkatkan tanpa meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.

“Kami ingin agar Yayasan Al Abidin menjadi lebih baik. Bukan untuk menjatuhkan, tetapi untuk bersama-sama menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan anak-anak kami secara holistik,” tutup salah satu wali murid.

Dengan adanya audiensi ini, DPRD Kota Surakarta diharapkan dapat menjadi mediator yang efektif dalam menyelesaikan persoalan pendidikan di kota ini, sekaligus memastikan bahwa hak-hak siswa dan orang tua tetap terjamin.

Arifin Rochman