SURAKARTA – Komisi III DPRD Kota Surakarta melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke proyek revitalisasi Segaran Sriwedari, Selasa siang (9/9). Sidak ini dilakukan untuk memastikan jalannya pengerjaan sesuai rencana, sekaligus meninjau langsung adanya penyesuaian desain setelah ditemukan situs bersejarah Goa Swara di area revitalisasi.

Pantauan di lokasi, rombongan anggota Komisi III turun meninjau detail kawasan Segaran. Sejumlah titik yang kini tengah digarap kontraktor dipetakan secara cermat satu per satu. Sorotan paling mencolok adalah perubahan arah bangunan gazebo. Jika semula dirancang menghadap ke selatan, kini gazebo diputar menghadap ke timur, langsung berhadapan dengan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Ketua Komisi III DPRD Kota Surakarta, Taufiqurrahman, menegaskan bahwa perubahan itu merupakan konsekuensi dari ditemukannya situs Goa Swara yang kini berstatus cagar budaya. Menurutnya, penyesuaian desain bukanlah hambatan berarti, melainkan bentuk penghormatan terhadap nilai sejarah kawasan.

“Anggaran awal proyek ditetapkan Rp1,8 miliar, setelah proses lelang menjadi Rp1,6 miliar. Di tengah perjalanan memang ada perubahan desain. Gazebo yang semula menghadap ke selatan akhirnya diarahkan ke keraton karena ada situs Goa Swara. Tapi tidak ada perubahan besar, proyek tetap berjalan sesuai rencana,” jelas Taufiq.

Ia menambahkan, revitalisasi Segaran bukan hanya proyek fisik, melainkan juga menyangkut marwah Kota Bengawan. Kawasan Sriwedari, kata dia, memiliki nilai historis yang tak ternilai.

“Insya Allah Desember bisa rampung. Prinsip kami di Komisi III, jangan dibiarkan kumuh. Kalau sudah tertata, masyarakat bisa menikmati lagi. Apapun konsekuensinya, peninggalan ini harus dirawat. Ini milik publik, milik warga Surakarta, bahkan Indonesia,” tegasnya.

Politisi Senior Golkar itu juga menekankan pentingnya sinergi lintas instansi, khususnya dengan Balai Pelestarian Kebudayaan. Mengingat Goa Swara sudah resmi terdaftar sebagai cagar budaya, maka setiap langkah pengerjaan wajib melalui pendampingan. “Sudah kita daftarkan sebagai cagar budaya. Jadi pelaksanaannya harus ada komunikasi rutin ke pihak kebudayaan. Jangan sampai ada yang terlewat karena ini peninggalan berharga,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Sonny, Sekretaris Komisi III, menambahkan bahwa revitalisasi ini bertujuan mengembalikan fungsi Segaran seperti awalnya di tahun 1930. Menurutnya, Taman Segaran bukan sekadar ruang publik, tetapi memiliki nilai arkeologis yang kental.

“Sidak di Segaran Sriwedari, tepatnya di Taman Segaran itu, karena memang ada revitalisasi. Dulu akan dikembalikan fungsinya seperti awal tahun 1930. Karena di situ ada Goa Swara, ada panti pangaksi. Pengerjaan diperkirakan dari 13 Agustus sampai 10 Desember 2025 dengan anggaran sekitar Rp1,6 miliar. Dari Dinas PUPR nanti konsepnya merekonstruksi agar kembali ke bentuk arkeologi semula. Apalagi di tengah itu dulu ada tempat gamelan untuk menyambut raja, yang dulunya bekas Restoran Boga dan sekarang sudah dibongkar,” jelas Sonny.

Ia menambahkan, proses revitalisasi ini memang cukup kompleks karena menyangkut situs bersejarah yang sempat mengalami renovasi di tahun 1940. “Kemarin saat pengerjaan Restoran Boga, Goa Swara sempat ditimbun. Maka sekarang dikembalikan ke bentuk semula sesuai desain tahun 1930. Ini butuh waktu cukup lama karena masih ada banyak berangkal dari robohan bangunan lama,” paparnya.

Sonny juga menyoroti aspek keamanan dan kepastian hukum lahan. “Kami minta ada perhatian pada kolam yang dalamnya sekitar tiga meter, faktor keamanannya harus diperhitungkan. Itu sudah koordinasi dengan PUPR. Selain itu, kami juga memastikan soal status tanah yang sempat bersengketa antara ahli waris dan Pemkot Solo. Dan ternyata sudah inkrah, dimenangkan Pemkot, bahkan sudah koordinasi bersama Kejari juga,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III, Y.F. Sukasno, menyampaikan harapan agar revitalisasi Segaran tidak hanya berorientasi pada penataan fisik, tetapi juga mampu menghidupkan kembali memori kolektif warga Solo terhadap kejayaan Sriwedari di masa lalu.

“Kalau saya inginnya Sriwedari dikembalikan seperti Kebon Rojo Yasan Dalem Ingkang Sinuhun Sri Susuhunan Paku Buwono X. Jadi kita bisa bernostalgia, dan generasi setelah kita tahu sejarahnya. Saya masih ingat betul, waktu kecil sering main dan berenang di Segaran. Tempatnya asri sekali. Harapan saya atmosfer itu bisa dihidupkan kembali lewat revitalisasi ini,” ungkap Sukasno penuh kenangan.

Ia juga menekankan bahwa masuknya kawasan Segaran dan Goa Swara dalam kategori cagar budaya membuat koordinasi menjadi mutlak dilakukan. “Karena ini kawasan cagar budaya, maka setiap langkah revitalisasi harus ada koordinasi dan pendampingan dari Balai Cagar Budaya (BCB). Itu penting agar nilai sejarahnya tetap terjaga,” tandasnya.

Menurut Sukasno, wajah baru Sriwedari yang asri dengan Segaran sebagai ikon akan memberi warna lain bagi ruang publik Kota Solo. Apalagi letaknya strategis di jantung kota, sehingga mudah dijangkau masyarakat. “Kalau sudah tertata, ini bisa jadi kebanggaan kita bersama. Bukan hanya warga Solo, tapi juga jadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin tahu sejarah kota ini,” tambahnya.

Revitalisasi Segaran Sriwedari diharapkan tidak sekadar mempercantik kawasan, namun juga menguatkan identitas budaya Surakarta sebagai kota bersejarah. Dengan kolaborasi berbagai pihak, proyek ini diharapkan menjadi wajah baru Sriwedari yang harmonis antara pelestarian sejarah dan kebutuhan ruang publik modern.

Arifin Rochman