SURAKARTA – DPRD Kota Surakarta menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Pengumuman Usulan Pemberhentian Wali Kota Surakarta sisa masa jabatan hasil Pilkada Serentak Tahun 2020 di Gedung Graha Paripurna DPRD Kota Surakarta, Jumat (17/1).
Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pelaksanaan rapat ini merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 78 ayat (1) huruf c disebutkan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti salah satunya karena diberhentikan.
Lebih lanjut Budi menjelaskan dalam Pasal 78 ayat (2) huruf a menyatakan pemberhentian dilakukan karena berakhirnya masa jabatan. Selanjutnya, Pasal 79 ayat (1) menegaskan bahwa pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.
Berdasarkan peraturan tersebut, Budi Prasetyo mengumumkan bahwa masa jabatan Wali Kota Surakarta, Teguh Prakosa, akan berakhir pada saat pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surakarta hasil Pilkada Serentak Tahun 2024. Pengumuman ini menjadi langkah awal dalam rangkaian proses administrasi terkait transisi kepemimpinan di Kota Surakarta.
Selanjutnya, DPRD Kota Surakarta akan menyampaikan usulan pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan penetapan pemberhentiannya.
Budi menekankan pentingnya pelaksanaan proses ini secara tepat waktu dan sesuai aturan yang berlaku untuk menjaga keberlanjutan roda pemerintahan di Kota Surakarta.
Ditemui usai rapat, Wali Kota Surakarta, Teguh Prakosa menyatakan bahwa mekanisme pemberhentian sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang. Namun, menurutnya, terdapat kekeliruan teknis dalam proses sebelumnya yang membuat pengumuman pemberhentian ini baru dilaksanakan sekarang (17/1).
Teguh menjelaskan bahwa pada saat pengusulan pengumuman kepala daerah terpilih, seharusnya pemberhentian kepala daerah sebelumnya diusulkan secara bersamaan. Hal ini penting agar tidak ada celah dalam proses transisi kepemimpinan.
“Sebetulnya, di Undang-undang sudah jelas. Mungkin KPU kurang teliti, karena pada saat pengusulan pengumuman kepala daerah terpilih seharusnya pemberhentian juga diusulkan secara bersamaan. Ini sempat disinggung dalam rapat zoom dengan Kementerian Dalam Negeri, Selasa (14/1), tapi sayangnya sudah terlambat karena KPU mengumumkan Kamis lalu (9/1). Karena itu, kami harus memastikan semua proses administrasi dilaksanakan sesuai peraturan untuk mencegah kendala di masa mendatang,” ungkap Teguh.
Ia menambahkan, mekanisme yang lebih teliti di masa depan sangat diperlukan agar proses ini dilakukan secara terintegrasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari situasi di mana SK pemberhentian tidak disiapkan tepat waktu, yang bisa mengakibatkan Wali Kota lama tetap menjabat hingga ada keputusan resmi.
“Kalau tidak teliti, bisa saja Wali Kota lama tidak turun karena SK pemberhentian tidak disiapkan. Oleh sebab itu, hasil dari rapat paripurna ini penting dan harus segera dikirim ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur,” jelasnya.
Teguh juga menjelaskan bahwa dirinya akan resmi berhenti menjabat setelah ada pelantikan kepala daerah baru. Ia menegaskan bahwa SK miliknya tidak berubah dan akan berakhir otomatis setelah pelantikan hasil Pilkada Serentak. Meski demikian, SK pemberhentian tetap harus diurus sebagai bagian dari mekanisme administrasi untuk memastikan semua proses berjalan lancar.
“Nanti kemungkinan akan dihitung sisa masa jabatan oleh Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan SK yang ada. Hal ini dikarenakan masa jabatan sebelumnya sebenarnya masih berlaku hingga tahun 2026. Namun, dengan adanya Pilkada Serentak, transisi ini akan disesuaikan sesuai aturan yang berlaku,” tutupnya.
Arifin Rochman