SURAKARTA — Keluhan warga Kelurahan Mojo terhadap keberadaan Pasar Hewan Mojo kembali memuncak. Setelah puluhan tahun hidup berdampingan dengan pasar hewan yang berada tepat di tengah permukiman padat, warga menyampaikan kondisi sudah benar-benar tak lagi dapat ditoleransi. Bau busuk, limbah, genangan air kotor, serta ancaman kesehatan lingkungan disebut menjadi persoalan yang menghantui kehidupan mereka setiap hari.
Puncaknya, Perwakilan RW, Tokoh Masyarakat, dan LPMK Mojo menggelar audiensi dengan DPRD Kota Surakarta, Rabu (3/12). Mereka meminta agar pemindahan pasar hewan, khususnya pasar ayam diperjuangkan secara serius oleh pemerintah.
Ketua RW 08, M. Iskandar, menyampaikan bahwa warga sudah bertahun-tahun menahan diri agar tidak melakukan aksi protes besar-besaran. Kondisi pasar yang begitu dekat dengan fasilitas publik seperti puskesmas, rumah sakit, sekolah, dan kantor kelurahan membuat warga semakin tidak habis pikir.
“Setiap lewat pasti mencium bau busuk, apalagi kalau hujan. Ini sudah kami tahan bertahun-tahun. Masak pasar hewan ditempatkan di sana?” tegasnya.
Keluhan serupa disampaikan Apriyadi, warga lainnya. Ia menggambarkan bagaimana selama hampir dua dekade, masyarakat Mojo terus menunggu janji perubahan yang tak kunjung terwujud.
“Dari zaman Pak Rudi sampai Pak Gibran, total 20 tahun warga Mojo menunggu terbebas dari bau. Mojo dijanjikan jadi destinasi wisata, tapi debu dan bau yang kami terima,” ujarnya, “Air limbah bahkan mengalir ke RW 03 dan masuk rumah warga.”
Ketua LPMK Mojo, Joko Wiranto, menambahkan bahwa baik musim kemarau maupun musim hujan, warga tetap tersiksa.
“Musim kemarau bau, musim hujan limbah masuk ke rumah. Ini bukan keluhan sesaat, tapi persoalan hidup sehari-hari,” tegasnya.
Tak hanya persoalan pasar hewan, RW 05 juga menyampaikan masalah lain: area makam yang pernah dipindah sebagian kini terbengkalai, sementara lahan yang seharusnya ditata sebagai ruang hijau belum juga dikerjakan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, Muhammad Bilal, menegaskan bahwa persoalan Pasar Hewan Mojo telah lama menjadi perhatian dewan.
“Penataan lokasi ini memang harus dievaluasi. Dekat rumah sakit, fasilitas publik, dan permukiman padat. Ini bisa menjadi trigger penyakit,” jelasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua Komisi III, YF Sukasno, turut menyampaikan dukungan penuh terhadap upaya pemindahan pasar.
“Pasar ini sudah berdiri lama. Dulu belum ada permukiman, tapi sekarang sudah padat. Jadi memang sudah tidak layak ada di sana,” ujarnya.
Sekretaris Komisi II Mukarromah, menekankan pentingnya langkah terpadu yang memperhatikan kepentingan warga dan pedagang secara seimbang. Ia menegaskan bahwa relokasi memang menjadi tuntutan utama, namun prosesnya harus terukur.
“Kami sudah mendengar semua aspirasi dan keluhan masyarakat. Dampaknya sangat mengganggu, dari semua RT dan RW yang ada di Mojo,” ujarnya.
“Hasil akhir tentu diarahkan pada pemindahan, tetapi semua butuh proses. Kita harus sinkronkan antara kepentingan warga dan pedagang, kita cover both sides. Kita harus melihat apa persoalan sebenarnya, apakah karena lokasinya, pengelolaan, atau sarana yang rusak seperti IPAL. Kalau memang harus dipindah ya harus dipindah. Tapi jika belum ada lokasi baru, maka perbaikan maksimal harus segera dilakukan.”
Mukarromah menegaskan bahwa pasca audiensi, Komisi II akan melakukan sidak untuk memastikan kondisi lapangan secara langsung.
Dinas: IPAL Rusak, Kios Keropos, dan Belum Ada Lahan Pengganti
Sekretaris Dinas Perdagangan, Joko Sartono, mengungkapkan bahwa IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang dibangun saat pembangunan pasar kini sudah tidak berfungsi.
“Tahun 2018 pernah dibahas relokasi, tapi lahan rencana relokasi milik Pemprov, belum bisa dipakai. Kios di pasar ayam dan pasar kambing juga sudah banyak yang keropos,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Disperum KPP, Nico Agus Putranto, menambahkan bahwa proses pemindahan pasar tidak sesederhana pemindahan makam.
“Kami memahami kondisi pasar yang kurang sehat. Tapi lahan pengganti belum tersedia. Kalau dipindah namun lokasi baru juga dekat pemukiman, sama saja,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, tuntutan masyarakat disampaikan dengan sangat jelas: pemindahan pasar ayam harus diprioritaskan. Warga menilai persoalan sudah terlalu lama dibiarkan, dan kondisi lingkungan sudah masuk kategori tidak manusiawi.
DPRD berkomitmen menindaklanjuti, mulai dari inspeksi lapangan, kajian bersama pemerintah, hingga mendorong percepatan penataan.
“Kami harapkan ada perbaikan dari audiensi ini. Pemindahan butuh proses, tapi akan kita perjuangkan bersama,” tegas Mukarromah.
Arifin Rochman



