SURAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta menggelar rapat paripurna dengan agenda penting, yakni penyampaian laporan Badan Anggaran (Banggar) terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) Tahun Anggaran 2024, Rabu (9/7). Paripurna yang digelar di Grha Paripurna ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo, dan dihadiri oleh jajaran eksekutif serta seluruh anggota dewan.

Rapat paripurna ini juga dirangkai dengan penandatanganan nota kesepakatan antara DPRD dan Wali Kota Surakarta mengenai Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Tahun 2025. Seluruh agenda berjalan lancar dan sesuai mekanisme tata tertib DPRD.

Ketua DPRD Kota Surakarta, Budi Prasetyo menekankan bahwa pembahasan P2APBD bukan sekadar agenda rutin tahunan, melainkan juga menjadi momentum penting dalam menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

“Agenda paripurna hari ini pertama menyampaikan laporan Banggar terkait P2APBD, kemudian dilanjutkan persetujuan bersama. Setelah itu, ada nota kesepakatan KUPA-PPAS Tahun 2025 antara DPRD dan Wali Kota. Jadi, semua tahapan kita laksanakan sesuai mekanisme,” jelas Budi.

Budi menyampaikan apresiasi atas capaian Pemkot Surakarta yang kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2024. Raihan ini menjadi prestasi ke-15 kali berturut-turut yang menandakan konsistensi dalam penyusunan dan pelaporan keuangan daerah.

“Opini WTP ini adalah yang ke-15 kalinya. Ini patut kita syukuri. Tapi, jangan lupa, meskipun WTP, tetap ada catatan dan rekomendasi dari BPK yang harus ditindaklanjuti. Ini penting untuk menjaga tata kelola keuangan daerah yang lebih baik lagi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK, terdapat beberapa temuan dan rekomendasi yang harus diselesaikan oleh Pemkot Surakarta dalam kurun waktu maksimal 60 hari sejak diterimanya LHP.

“Yang namanya audit BPK itu pasti ada rekomendasi-rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Tidak semua langsung bersih begitu saja. Ini juga menjadi komitmen bersama antara legislatif dan eksekutif untuk menyelesaikan itu,” imbuhnya.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah kelebihan pembayaran belanja pegawai dan pembayaran kepada pihak ketiga. Contohnya, tunjangan keluarga yang seharusnya tidak lagi berhak diterima oleh pegawai namun masih dicairkan.

“Jumlahnya memang tidak besar, hanya beberapa bulan saja. Tapi tetap harus diselesaikan karena ini menyangkut dana publik,” jelasnya.

Catatan Detail dari Banggar

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta sekaligus juru bicara Banggar, Daryono, dalam laporannya mengurai sejumlah temuan audit BPK yang menjadi fokus pengawasan DPRD. Ia menyebut bahwa rekomendasi DPRD merujuk pada LHP BPK Nomor 42.B/UHP/XVIII.SMG/05/2025.

Beberapa temuan penting antara lain:

  1. Data PBB-P2 Belum Akurat
    Daryono menyoroti masalah pemutakhiran data Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang masih belum optimal.

“Kami minta Bapenda proaktif memperbarui data PBB-P2. Jangan sampai data yang digunakan tidak sesuai, karena ini menyangkut pendapatan daerah,” tegasnya.

  1. Pengelolaan Retribusi Pasar Belum Tertib
    DPRD mendesak Dinas Perdagangan (Disdag) segera melakukan penertiban serta sosialisasi Surat Hak Pemakaian (SHP) kios pasar kepada para pedagang.

“Disdag juga harus berani menerapkan sanksi kepada para pedagang yang melanggar aturan,” tegas Daryono.

  1. Kelebihan Pembayaran Tunjangan Anak Pegawai
    Kelebihan pembayaran terjadi di beberapa OPD, seperti Disdik, Dinkes, Disdag, dan Kecamatan Serengan. DPRD meminta agar Inspektorat melakukan audit rinci, serta mendorong BKPSDM dan BPKAD melakukan sinkronisasi sistem kepegawaian (Simpeg) dan sistem penggajian (Simgaji).
  2. Pembayaran Biaya Penginapan Melebihi Standar
    Tiga OPD dan dua kelurahan dilaporkan membayar biaya penginapan perjalanan dinas yang melebihi standar biaya resmi. DPRD menegaskan hal ini harus segera diaudit dan dikoreksi agar tidak menjadi celah pelanggaran berulang.
  3. Pengadaan Jasa Konsultansi Tidak Sesuai Ketentuan
    Pengadaan jasa konsultasi di 10 OPD ditemukan tidak sesuai regulasi. DPRD mendorong penguatan sistem pengawasan internal dalam setiap tahap perencanaan kegiatan yang melibatkan konsultan.
  4. Pengadaan Tanah Tidak Sesuai Prosedur
    Proses pengadaan tanah di Kelurahan Kemlayan dinilai tidak sesuai dengan prosedur. DPRD meminta BPKAD segera menyusun SOP terkait perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah agar tidak terulang.

Arifin Rochman