HUMAS DPRD KOTA SURAKARTA – Pansus DPRD Kota Surakarta yang membahas rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) kembali melanjutkan pembahasan di ruang kepanitiaan, Rabu (12/04/23).

Kali ini Pansus yang diketuai Tri Hono Setyo Putro, A.Md itu mulai membahas Bab III yang memuat pasal yang terkait pelayanan retribusi. Masing-masing OPD pengampu retribusi memaparkan matriks tarif retribusi, diantaranya Dinas PUPR, Dinas Kepemudaan dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan dan Dinas Perdagangan.

PDRD merupakan raperda yang diluncurkan Pemkot Surakarta pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Dalam Undang-undang HKPD itu mengamanatkan kepada seluruh Pemda Provinsi dan Kabupaten /Kota agar segera menyusun Perda yang mengatur pajak dan retribusi daerah dalam satu Perda, sehingga dapat menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.

Ketua Pansus Tri Hono Setyo Putro mengatakan pengaturan terkait retribusi bukan hanya mengatur bagimana daerah mendapatkan pendapatan dari hasil retribusi, tetapi regulasi itu diharapkan memastikan pelayanan yang diberikan Pemerintah daerah sesuai dengan retribusi yang dikenakan.

Retribusi juga diharapkan dapat menyajikan suatu gagasan yang bisa dijalankan pemerintah daerah. “Kita juga ingin memastikan retribusi itu masih terjangkau oleh masyarakat dan tidak menimbulkan gejolak sosial politik yang signifikan,”kata Tri Hono

Sementara itu, Kepala Badan pendapatan daerah (Bapenda) Surakarta, Tulus Widajat, S.E., M.Si menjelaskan, retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.

“Retribusi juga dapat berupa izin yang diberikan oleh pemerintah pada kepentingan pribadi atau badan. Misalnya izin persetujuan bangunan gedung (PBG) yang sebelumnya disebut IMB,”beber dia

Sebelumnya saat memaparkan kajian terhadap raperda PDRD, Tulus mengungkapkan pada kelompok retribusi jasa umum di Undang Undang PDRD terdapat 15 layanan, setelah terbitnya Undang Undang Cipta Kerja dan Undang Undang HKPD menjadi 5 Layanan, yaitu retribusi pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, pelayanan parkir di tepi jalan umum, pelayanan pasar, Pengendalian lalu lintas.

“Dalam raperda PDRD Pemkot memutuskan mengambil 4, kecuali pengendalian lalu lintas,”ungkapnya

Selanjutnya pada kelompok retribusi jasa usaha dari 11 layanan pada Undang Undang PDRD dan Undang Undang Cipta Kerja, menjadi 10 layanan pada Undang Undang HKPD

Sama seperti Undang Undang 28 tahun 2009, dengan menghapuskan retribusi terminal, sehingga hanya menyisahkan 10 layanan yaitu penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan, dan tempat kegiatan usaha lainnya, penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan, pelayanan rumah pemotongan hewan ternak, pelayanan tempat rekreasi, pariwisata dan olahraga, penjualan hasil produksi usaha Pemerintah daerah, dan pemanfaatan aset daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah.

Kemudian pada kelompok retribusi perizinan tertentu 5 Layanan pada Undang Undang PDRD dan Undang Undang Cipta Kerja, dipangkas menjadi 3 Layanan pada Undang Undang HKPD yaitu persetujuan bangunan gedung, perpanjangan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), dan Pengelolaan Pertambangan Rakyat

“Pada kelompok retribusi perizinan tertentu ini Pemkot mengambil 2 layanan yaitu Persetujuan Bangunan Gedung, dan IMTA,”sebutnya

Kata dia, meski beberapa jenis retribusi dihapus bukan berarti Pemda tidak melakukan layanan dimaksud. “Layanan publik tersebut tetap dilakukan Pemda namun tanpa pungutan kepada maasyarakat,”imbuhnya

“Penyederhanaan retribusi perizinan tertentu melanjutkan semangat kemudahan berusaha,”tambahnya

Tulus juga mengingatkan dalam regulasi PDRD terdapat sanksi kepada wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban membayar atas layanan yang digunakan/dinikmati, sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak 3 kali dari jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

“Ini sesuatu yang baru, agak represif terkait dengan kealpaan dan pelanggaran,”paparnya

Kata dia, diregulasi sebelumnya tidak nampak dengan jelas ada upaya itu, dan tidak sampai pidana kurungan dan sebagianya.

“Jadi ini ada sesuatu yang baru terkait dengan penindakan atas ketidkpatuhan,”terangnya**

Jeprin S. Paudi