SURAKARTA – Komisi IV DPRD Kota Surakarta menerima audiensi dari sejumlah pelaku usaha dan seniman yang tergabung dalam Harmoni Hukum Surakarta, Jumat (22/8), di Ruang Badan Anggaran DPRD Kota Surakarta. Audiensi tersebut menjadi wadah bagi para pelaku UMKM, musisi, hingga event organizer untuk menyuarakan keresahan terkait polemik royalti yang belakangan memicu kegaduhan di masyarakat.
Salah satu perwakilan Komunitas UMKM Solo Raya, Nur Kholis, mengaku “kebakaran jenggot” atas kebijakan royalti yang berdampak langsung pada usaha kecil. Ia bahkan menuturkan pengalaman penjual getuk keliling yang enggan memutar musik karena khawatir diminta membayar royalti.
“Saya merasa kasihan dengan tenant saya, penjual getuk keliling yang biasanya menjajakan dagangan sambil memutar lagu. Waktu saya tanya kenapa tidak lagi, mereka jawab takut diminta bayar royalti,” ungkapnya.
Keresahan serupa juga dirasakan pelaku usaha wedangan, kafe, hingga angkringan. Mereka mengaku takut terkena imbas aturan royalti yang dianggap membebani sektor UMKM.
“Ini baru soal penjual getuk, apalagi kafe, wedangan, dan hik yang jumlahnya banyak di Solo. Semua merasa repot kalau harus ikut kena pungutan royalti,” tambahnya.
Sementara itu, Wahyu Gusti, perwakilan Harmoni Hukum Surakarta sekaligus pemilik EO, menyebut polemik ini membuat pelaku usaha bingung dan was-was. Menurutnya, ketidakjelasan aturan membuat banyak pihak akhirnya memilih tidak memutar musik sama sekali.
“Resto, radio, hingga EO jadi takut memutar lagu. Padahal kalau bicara royalti, yang seharusnya dilindungi itu Mechanical Right, seperti kaset, CD, hingga digital master. Tapi yang terjadi justru pemutaran lagu ikut dijadikan objek royalti, ini yang jadi persoalan,” terangnya.
Ia menegaskan, keresahan itu seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk merevisi Undang-undang Hak Cipta. Bahkan, Wahyu secara tegas meminta agar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dibubarkan karena dianggap tidak amanah dalam pengelolaan royalti.
“UU Hak Cipta sudah menimbulkan kegaduhan, keresahan, bahkan berpotensi konflik. Maka perlu ditinjau ulang. Dan LMKN sebaiknya dibubarkan karena hanya membuat UMKM, pengamen, hingga pekerja seni resah,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Kota Surakarta, Sugeng Riyanto, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti seluruh aspirasi masyarakat Solo. DPRD akan mengirimkan surat resmi kepada DPR RI agar kegelisahan ini bisa diakomodasi melalui revisi UU Hak Cipta.
“Semua aspirasi ini akan kami bawa ke DPR RI. Karena muara akhirnya memang revisi undang-undang yang sedang berlaku sekarang,” jelas Sugeng.
Selain itu, Komisi IV juga berencana menyampaikan hasil audiensi kepada Wali Kota Surakarta, Respati Ardi, agar pemerintah kota bersama dinas terkait bisa mengeluarkan kebijakan.
“Kami berharap ada surat edaran dari Wali Kota untuk memberikan keleluasaan bagi pelaku UMKM dan pekerja seni, sekaligus meminta LMKN memberi pengecualian khusus bagi Solo. Harapannya, geliat pariwisata dan event di Solo tetap bisa berjalan baik, Senin (25/8) akan kita sampaikan semua aspirasi hari ini,” pungkas Sugeng.
Arifin Rochman