SURAKARTA — Pemerintah Kota Surakarta secara resmi menyerahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) APBD Tahun Anggaran 2026 sekaligus memberikan pengarahan persiapan penyusunan dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Surakarta Tahun 2027. Kegiatan tersebut digelar di Bale Tawangarum, Komplek Balai Kota Surakarta, Selasa (30/12).
Penyerahan DPA-SKPD ini menjadi langkah strategis Pemkot Surakarta bersama DPRD Kota Surakarta untuk memastikan pelaksanaan anggaran tahun 2026 dapat langsung berjalan sejak awal tahun, tanpa kendala administratif yang selama ini kerap terjadi.
Wakil Ketua DPRD Kota Surakarta, Daryono, menegaskan bahwa penyerahan DPA di akhir tahun merupakan upaya konkret dalam memperbaiki sistem perencanaan dan pelaksanaan anggaran agar lebih efektif dan efisien.
“Hari ini kita ada serah terima DPA Anggaran 2026 yang dilakukan di akhir tahun supaya nanti tanggal 2 Januari anggaran 2026 sudah bisa dijalankan,” ujar Daryono.
Menurutnya, selama ini keterlambatan penetapan DPA sering berdampak pada menumpuknya kegiatan di akhir tahun anggaran. Kondisi tersebut menyebabkan pelaksanaan program dan kegiatan di awal tahun, khususnya pada tiga bulan pertama, tidak berjalan optimal.
“Biasanya kegiatan itu numpuk di akhir tahun karena di awal-awal tahun DPA belum selesai. Ini yang membuat pelaksanaan kegiatan tertunda. Apalagi nanti Februari sudah masuk bulan Ramadan dan Maret ada Lebaran. Efisiensi waktu ini menjadi hal yang sangat penting dan harus dilakukan,” jelasnya.
Daryono menilai percepatan ini juga menjadi kunci agar program-program pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dapat dirasakan lebih merata sepanjang tahun, bukan hanya di penghujung anggaran.
Menanggapi kebijakan Wali Kota Surakarta terkait rencana penerapan Work From Anywhere (WFA), Daryono menyampaikan bahwa DPRD pada prinsipnya mendukung langkah efisiensi tersebut. Ia menyebut efisiensi sebagai sebuah keniscayaan, terlebih dengan adanya penurunan dana transfer ke daerah (TKD).
“Kalau dari DPRD melihatnya, efisiensi itu memang sebuah keniscayaan. Salah satu beban terbesar pemerintah kota adalah belanja pegawai. Maka salah satu efisiensi yang bisa dilakukan adalah bagaimana kinerja pegawai itu bisa lebih optimal,” ungkapnya.
Namun demikian, Daryono menekankan bahwa penerapan WFA harus disertai dengan sistem pemantauan dan pengukuran kinerja yang jelas. Ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak justru menimbulkan persoalan baru dalam tata kelola pemerintahan.
“Ini harus dilakukan dengan persiapan yang matang, terutama pemantauan kinerjanya. Jangan sampai WFA tidak ada pantauan kinerja, karena itu berbahaya. Kinerja menjadi tidak terukur. Padahal di perusahaan-perusahaan modern, sistem seperti ini sudah terbiasa dilakukan,” tegasnya.
Ia menambahkan, DPRD mendukung penerapan WFA sebagai bentuk adaptasi birokrasi terhadap praktik manajemen modern, dengan catatan pengawasan dan evaluasi kinerja tetap berjalan secara ketat.
Sementara itu, Wali Kota Surakarta, Respati Ardi, menyampaikan bahwa penyerahan DPA-SKPD dan pengarahan RKPD dilakukan sebelum pergantian tahun sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga kesinambungan pembangunan.
“Intinya hari ini kita sudah mulai sebelum pergantian tahun. Kami berpesan agar perencanaan dihitung dengan baik, menjalankan belanja yang berpihak kepada rakyat, dan manfaatnya bisa langsung dirasakan,” kata Respati.
Ia menegaskan bahwa seluruh pelaksanaan anggaran harus dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang sebelumnya telah dibahas bersama DPRD.
“Dengan rekan-rekan DPRD yang sudah disepakati, kami mohon anggaran tahun 2026 ini bisa digunakan dengan bijak,” imbuhnya.
Respati juga memaparkan sejumlah kebijakan efisiensi anggaran yang akan diterapkan pada tahun 2026. Di antaranya adalah penurunan anggaran makan dan minum, pengurangan belanja operasional hingga 20 persen, penerapan WFA, pengurangan perjalanan dinas, serta penghematan operasional perkantoran.
“Untuk kebijakan kami, satu anggaran mamin kita turunkan, belanja operasional kita turunkan 20 persen, lalu juga WFA, pengurangan operasional di kantor dan perjalanan dinas,” jelasnya.
Selain itu, Pemkot Surakarta juga mengambil langkah strategis dengan mengajukan pinjaman daerah guna memastikan penerangan jalan umum di Kota Surakarta menjadi lebih optimal, sekaligus melakukan penghematan pengeluaran terkait belanja listrik.
Terkait kebijakan WFA, Respati menegaskan bahwa penerapannya tidak akan mengurangi kualitas kinerja aparatur. Justru sebaliknya, WFA diharapkan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih efektif dan efisien tanpa mengurangi dampak pelayanan kepada masyarakat.
“Intinya tidak mengurangi kinerja. Justru ini akan lebih fleksibel, efektif, dan efisien. Tapi untuk pelayanan yang langsung berhadapan dengan masyarakat, WFA kita larang. WFA hanya untuk pekerjaan perkantoran,” tegasnya.
Menyoal kebijakan retribusi dan pelayanan publik, Respati menekankan bahwa setiap penyesuaian dilakukan melalui mekanisme dan kajian yang mendalam, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, inflasi, dan kemampuan masyarakat.
“Retribusi itu pelayanan. Kita sesuaikan dengan kondisi, dengan ukuran inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tidak asal kita naikkan. Dan yang namanya retribusi itu benar-benar kembali lagi ke masyarakat dalam bentuk pelayanan,” pungkasnya.
Arifin Rochman



