
Akan Dibangun Pengolah Limbah B3 Komunal
Hampir seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS) di kota-kota besar tercemar berat. Apabila hal itu dibiarkan, dampak terburuk seluruh biota sungai dan seisinya mati. Dampak lain yang dapat ditimbulkan yaitu ikan yang tercemar limbah berbahaya B3 dan kita makan, kita pun akan mengalami hal sama.
“Bila pemerintah daerah, warga masyarakat dan pelaku bisnis tidak mengindahkan perlunya menyetop limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) kebiasaan membuang ke sungai, warga di sekitar DAS akan teracuni. Ibaratnya DAS sekarang sakit parah. Mari kita obati bersama. Untuk itu peraturan daerah mutlak segera diberlakukan dengan sanksi berat,” ujar Emil Salim pada seminar di Universitas Sebelas Maret bulan lalu.
Menurut Emil, pemerintah daerah perlu segera merancang Peraturan Daerah (Perda) yang mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Sebaiknya pemerintah daerah segera membuat Perda mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” katanya.
Menanggapi imbauan mantan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Prof Emil Salim, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancanganan Peraturan Daerah (Raperda), Kosmas Krisnamurti, menyambut baik hal tersebut. Menurut Krisnamurti, Pemkot Solo bersama dengan DPRD telah merevisi Perda No 2 Tahun 2006 Tentang Pengendalian Lingkungan Hidup.
“Pada dasarnya Pemkot Solo bersama DPRD telah melakukan revisi Perda lama yang sekarang sedang dibahas. Dengan demikian, penyesuaian dan revitalisasi atas UU Lingkungan Hidup juga telah dilakukan pembahasan. Dalam waktu dekat akan segera disahkan. Banyak perubahan dan penambahan materi setelah dilakukan pembahasan,” ujar Krisnamurti.
Wakil Ketua Pansus Abdullah AA menegaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo melalui Panitia Khusus (Pansus) Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah bekerja maksimal untuk segera menetapkan aturan tersebut menjadi Peraturan Daerah (Perda) yang memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menurut Abullah AA, esensi Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) segera diberlakukan lantaran masih banyak pengusaha sektor swasta yang mengabaikan faktor pencemar dengan membuang limbah B3 (bahan baku berbahaya) ke sungai.
“Lihat saja bahan pencemar dibuang begitu saja di sungai. Akibatnya tentu kali yang airnya terlewati tercemar limbah B3. Akibat lebih jauh akan membahayakan masyarakat setempat,” ujar dia. “Pada dasarnya Perda yang akan disahkan ini merupakan penegasan sekaligus penyempurnaan Perda yang pernah dibuat.”
Lebih lanjut Abdullah mencontohkan, pembuangan limbah air batik yang dibuang sembarangan ke sungai tanpa terlebih dahulu dimurnikan, jelas merpakan suatu kategori sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun. Mestinya para pengusaha batik, memiliki reservoir pengolah limbah B3 di wilayah sekitar tempat pembuangan.
“Tapi susahnya, lantaran mereka pengusaha kecil dan menengah perajin batik, mana bisa membuat reservoir pengolah limbah B3. Itulah sebabnya, pemerintah perlu ikut campur tangan membuat pengelola limbah komunal,” katanya.
Kalau pengelola limbah komunal tidak dibuatkan pemerintah, ujar Abdullah lebih lanjut, dapat dipastikan para pengusaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) tetap akan sulit diharapkan sungai di Solo tidak akan tercemar. Selain itu, menurut dia, bukan hanya persoalan reservoir pengolah limbah Pemkot Solo perlu bertindak menginisiasi, tetapi juga menyangkut tempat yang strategis.
“Tidak hanya bak penampung pengolah limbah, tetapi juga tanah yang akan dipakai bangunan reservoir pengolah limbah itu perlu dipikirkan. Itu’kan tidak bisa secara suka rela. Makanya perlunya Perda Lingkungan Hidup segera disahkan. Agar punya kekuatan hukum,” tandas Abdullah.
Limbah RS
Ditemui terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Widhi Srihanto menegaskan pemerintah kota Solo akan menindak tegas pengusah bandel pencemar. Setelah Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disahkan, ujar Widhi, pihaknya akan meng audit Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) pelaku usaha yang membuang limbah B3. Lebih lanjut Widhi menyatakan pihaknya akan menerapkan sanksi hukum pencemar lingkungan.
“Kami akan lakukan sosialisasi Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ke seluruh pengusaha yang sering melakukan pencemaran. Kita beri tahu, sanksi dan hukumannya. Karena sudah jelas ada aturan di Perda PPLH. Kalau tidak mau koperatif, dan mau menerima tandon pengolah limbah, bisa juga kita tutup usahanya,” tandas dia.
Lebih lanjut Widhi menyesalkan pihak rumah sakit yang sampai saat ini masih tidak memiliki pengolah limbah beracun dan berdampak pada warga masyarakat. Mestinya, pihak rumah sakit yang telah lama beroperasi, wajib huku mnya memiliki tempat pengolah limbah beracun.
“Namanya juga limbah beracun. Apalagi bekas jarum suntik atau pembuangan sisa operasi, kalau mereka membuang sembarangan, bisa membahayakan orang lain. Pihak rumah sakit wajib dan harus membuat pengolah limbah lingkungan,” kata Widhi tanpa menyebut nama rumah sakit yang dituding membandel, “Setelah Perda disahkan, kami akan mengaudit Amdal bersama dengan BPPLH tingkat Provinsi. Karena memang itu ranah provinsi.”
Sementara itu, anggota Pansus Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, YF Sukasno, menegaskan rumah sakit harus menyediakan pengolah limbah beracun. Termasuk tempat untuk membakar jarum suntik bekas pakai. Melalui perda Lingkungan Hidup, Pemerintah Kota Solo bisa saja memberi sanksi pada rumah sakit yang abai terhadap pencemaran.
“Pemerintah Solo bisa bertindak tegas memberi sanksi kalau ternyata pihak rumah sakit tidak memiliki tempat pengolahan limbah beracun. Termasuk tempat pembakar jarum suntik bekas pakai,” katanya.