Selasa , 16 April 2024

Kasus Kekerasan Anak Marak, DPRD Kota Sangat Prihatin

Kalangan DPRD Kota Surakarta meminta eksekutif lebih berdaya di dalam menegakkan Perda Perlindungan Anak guna menangkal banyaknya kasus kekerasan terhadap anak belakangan ini. Terlebih lagi Pemkot kini sedang meretas harapan untuk menjadikan Surakarta sebagai Kota Layak Anak ( KLA ) mulai tahun 2015.

” Kalau merunut statement Kepala Bapermas PA dan KB, ada 76 kasus kekerasan terhadap anak selama lima bulan terakhir ini, dan terutama kekerasan seksual, hal ini jelas tidak main-main dan bisa disebut lampu merah. Jadi harus ada langkah serius, untuk mengantisipasi agar kekerasan terhadap anak bisa dihilangkan dari kota Surakarta,” tegas Ketua Fraksi PAN, Umar Hasyim, Kamis ( 12/6).

Menurut dia, Pemkot perlu menjalin kerjasama yang intensif dengan kalangan LSM bidang HAM ( hak asasi manusia ) serta mengefektifkan peran PKK di dalam pembinaan keluarga,gerakan gencar sosialisasi cinta anak, dan juga terjunnya banyak tokoh agama di tingkat kelurahan, akan mampu mencegah dan sekaligus mengeliminasi niat jahat orang tua terhadap anak.

Dia paparkan, dengan berbagai upaya dan aksi di lapangan, serta jalinan koordinasi dengan aparat hukum Polri,diyakini kasus-kasus kekerasan terhadap anak, dapat dikikis secara perlahan tetapi pasti.

” Apalagi Perda Perlindungan Anak juga menyertakan sanksi. Jadi meski ada suara dari kalangan aktivis sayang anak, bahwa Perda kurang berdaya, bisa ditutupi dengan langkah pendampingan langsung di lapangan,” tutur anggota Komisi IV yang salah satunya membidangi sektor anak itu.

Sebelumnya Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PA dan KB) Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta, Anung Indro Susanto menyatakan keprihatinannya, bahwa dari awal tahun 2014 sampai akhir Mei dia menerima 76 laporan tindak kekerasan terhadap anak, di antaranya terkait kekerasan seksualitas.

Yang membuat Pemkot sangat kaget, bahwa bahwa kasus tersebut lebih banyak menerpa keluarga kurang mampu.
” Dari 98% di antara kasus kekerasan terhadap anak terjadi pada warga Kota Surakarta dengan kategori kurang mampu,” tukasnya.

Anung menyimpulkan, kini anak semakin menjadi ajang pemotongan mental di usia dini. Keberadaan Perda Perlindungan anak pun dinilai kalangan LSM tidak aplikatif. Terkait lontaran pernyataan LSM ini, Anung tidak mengiyakan atau pun menolak. Ia hanya menegaskan, kasus kekerasan bisa dieliminir, jika solusi yang pas dilaksanakan di lapangan.

Di antara solusi  mencegah kekerasan terhadap anak, menurut Kepala Bapermas itu, pada setiap penyusunan program pembangunan melalui musyawarah perencanaan di tingkat kelurahan, kecamatan sampai Kota Solo, anak patut dilibatkan. ” Kehadiran anak dalam pembahasan program tentang anak, sebaiknya anak bisa dihadirkan, sehingga tahu tentang apa yang diharapkan anak,” katanya. ( K ).

Related posts

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *